Shaping My Lifestyle

September tahun ini menandakan sudah 3 tahun aku bekerja dan selama 3 tahun tersebut, aku jadi banyak berpikir tentang hidup dan kehidupan. Hidup seperti apa yang aku inginkan, dll. Tapi aku ga mau bahas itu sekarang sih karena terlalu berat dan aku juga belum bisa membahasakan dengan baik hal serius seperti itu, hehe.

Semenjak kerja, aku punya kontrol penuh atas hidup aku karena aku sudah 'punya uang' dan orang tua aku adalah tipe yang membebaskan anaknya mau melakukan apa saja 'asal pakai uang sendiri'. Ok, sebetulnya ga sebebas itu sih, karena aku masih tinggal di rumah orang tua (thanks to kantorku yang cuma 20 menit dari rumah dengan ojek online) tapi aku bisa bilang kalau orang tua aku sudah ga pernah ikut campur asalkan bertanggung jawab, dalam koridor yang baik dan tentunya 'pakai uang sendiri ya' :)

Dan semenjak bekerja pun salah satu yang sering aku pikirkan adalah tentang gaya hidup a.k.a. lifestyle. Gaji aku mau dipakai untuk apa, kegiatan apa yang mau aku lakukan di luar waktu kerja, dll. Yang pasti, setelah merasakan dunia kerja (jadi buruh, maksudnya), aku merasa punya kegiatan yang produktif itu penting banget. Karena seringnya tempat kerja itu menjadi zona nyaman dan tentunya kalau sudah nyaman dengan suatu kondisi, maka akan sedikit kemungkinan kita bisa berkembangnya. Setidaknya itu sih yang aku rasakan. Beruntunglah kalau kita bertemu dengan atasan dan lingkungan yang memotivasi kita untuk berkembang (dan alhamdulillah, lingkungan kerja aku cukup mendukung personal growth, especially my great boss), tapi aku memilih untuk tidak mendedikasikan hidup aku hanya untuk bekerja. Dan aku juga ga mau didefinisikan hanya dengan apa pekerjaan aku.

Jadi, aku mulai mengeksplor ide-ide yang bisa aku aplikasikan dalam hidup dan aku mau sharing beberapa poin yang cukup memberikan pengaruh terhadap gaya hidup aku sekarang.

1. Minimalism and Mindful Living
Really? Minimalism? 
Hehehe, aku juga agak malu sih benernya menulis poin ini tapi menurutku minimalism itu suatu filosofi yang bagus banget. Dan ga cuma tentang punya sedikit barang tapi lebih tentang mindset sih.
Kalau boleh pinjam definisi The Minimalist,

MINIMALISM is a lifestyle that helps people question what things add value to their lives. By clearing the clutter from life's path, we can all make room for the most important aspects of life; health, relationships, passion, growth and contribution.

Sejujurnya aku juga belum terlalu lama kenal tentang minimalism ini. Mungkin aku lebih familiar dengan decluttering dan Konmari method ketika kuliah yang masih suka aku aplikasikan sampai sekarang. Aku ga bisa bilang kalau aku punya barang sedikit, tapi aku lagi berusaha melepas keterikatan aku dengan barang dan merasa cukup dengan apa yang aku punya sekarang. Yang artinya;
  • Tidak beli skincare sebelum yang sedang dipakai habis
  • Baju yang sudah tidak dipakai selama setahun berarti waktunya untuk didonasikan
  • Jual buku yang sudah tidak sparks joy
  • Simpan dulu wishlist selama 1 bulan dan baru beli ketika masih merasa butuh
Setelah itu, aku pun mulai uninstall instagram dan mencoba memperbaiki bad habit yang beberapa kali aku bahas di blog juga. Dan beberapa bulan ini akhirnya aku menyadari kalau hal-hal yang aku coba implementasikan itu cocok banget dengan ide minimalism ini. Dengan mengadopsi minimalism ini, aku jadi mikir lagi apa sih yang paling penting untuk diperjuangkan dalam hidup dan apa hal yang tidak essential tapi kita perjuangkan habis-habisan?

2. Financial Planning
Katanya minimalism dan mindful, tapi kok pusing sama uang?
Hehe, bisa sih mikir kayak gini juga. Tapi aku malah mikirnya, justru karena mau hidup mindful dan minimal makanya penting belajar financial planning. Supaya hidupnya lebih tertata, punya uang oke, ga punya uang juga ga masalah ;D wkwk

Aku dari dulu lumayan tertarik dengan masalah finansial ini, terutama setelah punya gaji sendiri. Lumayan kesel sama diri sendiri juga karena ga berhasil menabung pas kuliah, hehe. Awalnya aku selalu mengikuti konten dari Jouska, meskipun sering juga elus dada karena contoh kasusnya yang terlalu luar biasa (seperti apa kata netizen, hehe). Lalu, aku coba dengerin podcast-podcast tentang finansial di Spotify dan mulai investasi seperti yang digaungkan orang-orang. Kalau untuk menabung, aku udah merutinkan selama 3 tahun ini, tapi aku baru punya ilmu lebih komprehensif tentang financial planning dalam 1 tahun kebelakang ini.

Intinya bagaimana kita membangung pondasi dengan financial check-up, mulai mengumpulkan dana darurat, persiapkan proteksi diri, dan baru boleh mulai investasi.

Sumber terfavorit aku belajar tentang financial planning adalah dari kelas onlinenya QM Financial punyanya Mba Ligwina Hananto. Aku cocok banget sama kelas-kelas yang ditawarkan sama mereka, karena menurutku lebih aplikatif bagaimana pun kondisi kita. Trainer-trainernya juga kompeten dan penjelasannya bagus :) Ini berbayar, tapi worth it banget untuk ilmu ini akan kita pakai sampai sisa umur kita.

Kalau ga mau yang berbayar, aku sangat merekomendasikan baca-baca IG mba @winditeguh dan mba @annisast

4. Learning Religion
Kalau ini, PR seumur hidup ya. Dan semakin aku belajar tentang kedua poin diatas, aku makin ngerasa sebetulnya nilai-nilai minimalis, financial planning ga bertentangan dengan nilai-nilai Islam. Malah sangat sesuai. Aku lagi baca Sirah-nya Aisyah RA. dan terkagum-kagum dengan cara hidup beliau yang sangat minimalis. Saking minimalisnya, aku ga bisa mencontoh, hehe. Bukunya bagus banget, nanti aku mau review di blog ini.

Dan akhir-akhir ini, aku makin semangat belajar agama, thanks to AAPlus! Jadi, ini tuh kaya komunitas yang dikelola sama Aida Azlin. Platform ini isinya materi-materi keislaman tapi menurut aku dikemas dengan bagus banget, cocok untuk semua orang baik yang baru mau belajar atau yang sudah paham sekali pun. Yang mengisi materinya Ustazah, mostly dari Singapura atau Malaysia. Selain itu, ada juga sharing-sharing keislaman, open study session, pokoknya engagement-nya totalitas banget, aku suka :D

Aku lebih cocok belajar dari sumber-sumber luar negeri, kayak Yaqeen Institute dan AAPlus ini karena menurutku penekanan mereka lebih banyak ke Why dibandingkan What dan How to. Mungkin juga karena muslim masih minoritas di negara-negara mereka, jadi penyampaiannya lebih mengena.

Belajar agama lebih lanjut, terutama tentang 'Why Islam' itu selalu menjadi semacam motivasi dan juga 'tamparan' penyadaran tentang tujuan akhir dari hidup kita di dunia ini. Semacam takut sekaligus lega, takut dengan akhir hidup tapi juga lega karena agama sudah menjelaskan kepada kita apa saja yang harus kita lakukan menghadapi akhir itu. Masalahnya, apakah kita bisa melakukan sesuai yang diajarkan agama atau tidak :")

*****

Sejujurnya, aku udah ga ada ide bagaimana mengakhiri postingan ini, haha. Yang pasti, poin-poin di atas cuku memberi pengaruh signifikan sih dalam hidup aku dan seperti apa aku ingin hidup ke depannya. Mohon do'anya semoga aku bisa istiqomah dan lebih serius mengimplementasikannya ya :D

Comments

Popular posts from this blog

Singapore in 3D2N Part 2 : Itinerary

Pengalaman Ikut Test JLPT!

Testimoni Hamil dan Melahirkan