Kisah Indah Ramadhan - Shalat Tarawih
Menuliskan kembali taujih dari Ust. Imron waktu tarhib ramadhan. Suka kisahnya :D
Shalat tarawih yang kita kenal sekarang, pada awalnya bukanlah bernama shalat tarawih tapi shalat Qiyamul Ramadhan (dan memang nama yang benar adalah qiyamul ramadhan).
Awalnya Rasulullah shalat qiyamul ramadhan di masjid secara berjama'ah. Shalat yang dilaksanakan Rasulullah adalah 2 raka'at. Pada raka'at pertama, Rasulullan membaca surah mulai dari Al-Baqarah. "Ah, mungkin rasulullah akan membaca 1 juz," pikir para sahabat. Ternyata Rasulullah menyelesaikan surah Al-Baqarah (which means 2,5 juz). "Rasulullah akan berhenti di juz 3," pikir para sahabat. Ternyata setelah Ali-Imran, Rasulullah melanjutkan ke surat An-Nisa, lalu lanjutlagi ke surat Al-Maidah! Saya lupa Ustadznya bilang lanjut sampai ke surat Al-An'am atau tidak. Tapi total yang Rasulullah baca dalam satu raka'at adalah kurang lebih 6 juz! Subhanallah...
Namun, setelah 3 hari melaksanakan shalat qiyamul ramadhan di masjid. Pada hari keempat, Rasulullah tidak muncul di masjid dan ternyata melaksanakan shalat di rumah hingga akhir Ramadhan. Para sahabat awalnya merasa heran, kenapa Rasulullah tidak muncul lagi di masjid. Namun, bagi hikmah yang dapat kita ambil sekarang bahwa Rasulullah hendak mencontohkan kita bahwa shalat qiyamul ramadhan boleh dilaksanakan berjama'ah maupun sendiri. Bayangkan kalao Rasulullah melaksanakan shalat qiyamul ramadhan full di masjid. Maka, mungkin hukum yang kita kenal sekarang akan menjadi 'shalat qiyamul ramadhan wajib full di masjid'. :")
Bersatunya kembali pelaksanaan shalat qiyamul ramadhan terjadi pada zaman kepemimpinan Umar bin Khattab. Para sahabat request agar shalat ini dilaksanakan bersama-sama kembali di masjid untuk menghidupkan suasana ramadhan di wilayahnya. Maka, Umar pun setuju dan dimulai kembali shalat qiyamul ramadhan secara berjama'ah di masjid. Cara shalatnya pun mengikuti cara shalat pada zaman Rasulullah, yaitu shalat 2 raka'at dengan masing-masing raka'at membaca +- 6 juz.
Alhasil, banyaklah sahabat yang merasa kelelahan dengan cara shalat ini (bayangkan sahabat saja merasa lelah, apalagi kita >.<). Akhirnya, Umar memerintahkan untuk 'menambah raka'at shalat dengan kualitas shalat yang sama. Dan penambahan raka'at dilakukan terus menerus hingga sahabat mencapai jumlah raka'at yang pas dan bacaan shalat yang setara sehingga kualitas shalatnya diharap tidak berkurang sedikit pun dari kualitas shalat qiyamul ramadhan yang dilaksanakan pada zaman rasulullah.
Maka, disebutlan shalat ini dengan shalat tarawih, yang artinya istirahat. Shalat yang banyak istirahatnya...
Kalau kata Ustadz Imron, maka sekarang apakah saatnya kita memperdebatkan shalat 11 raka'at atau 23 raka'at? Yang harus kita perhatikan justru kualitas shalat yang kita lakukan ini sudah sama dengan yang dicontohkan belum?
Wallahu a'lam bishawab
Shalat tarawih yang kita kenal sekarang, pada awalnya bukanlah bernama shalat tarawih tapi shalat Qiyamul Ramadhan (dan memang nama yang benar adalah qiyamul ramadhan).
Awalnya Rasulullah shalat qiyamul ramadhan di masjid secara berjama'ah. Shalat yang dilaksanakan Rasulullah adalah 2 raka'at. Pada raka'at pertama, Rasulullan membaca surah mulai dari Al-Baqarah. "Ah, mungkin rasulullah akan membaca 1 juz," pikir para sahabat. Ternyata Rasulullah menyelesaikan surah Al-Baqarah (which means 2,5 juz). "Rasulullah akan berhenti di juz 3," pikir para sahabat. Ternyata setelah Ali-Imran, Rasulullah melanjutkan ke surat An-Nisa, lalu lanjutlagi ke surat Al-Maidah! Saya lupa Ustadznya bilang lanjut sampai ke surat Al-An'am atau tidak. Tapi total yang Rasulullah baca dalam satu raka'at adalah kurang lebih 6 juz! Subhanallah...
Namun, setelah 3 hari melaksanakan shalat qiyamul ramadhan di masjid. Pada hari keempat, Rasulullah tidak muncul di masjid dan ternyata melaksanakan shalat di rumah hingga akhir Ramadhan. Para sahabat awalnya merasa heran, kenapa Rasulullah tidak muncul lagi di masjid. Namun, bagi hikmah yang dapat kita ambil sekarang bahwa Rasulullah hendak mencontohkan kita bahwa shalat qiyamul ramadhan boleh dilaksanakan berjama'ah maupun sendiri. Bayangkan kalao Rasulullah melaksanakan shalat qiyamul ramadhan full di masjid. Maka, mungkin hukum yang kita kenal sekarang akan menjadi 'shalat qiyamul ramadhan wajib full di masjid'. :")
Bersatunya kembali pelaksanaan shalat qiyamul ramadhan terjadi pada zaman kepemimpinan Umar bin Khattab. Para sahabat request agar shalat ini dilaksanakan bersama-sama kembali di masjid untuk menghidupkan suasana ramadhan di wilayahnya. Maka, Umar pun setuju dan dimulai kembali shalat qiyamul ramadhan secara berjama'ah di masjid. Cara shalatnya pun mengikuti cara shalat pada zaman Rasulullah, yaitu shalat 2 raka'at dengan masing-masing raka'at membaca +- 6 juz.
Alhasil, banyaklah sahabat yang merasa kelelahan dengan cara shalat ini (bayangkan sahabat saja merasa lelah, apalagi kita >.<). Akhirnya, Umar memerintahkan untuk 'menambah raka'at shalat dengan kualitas shalat yang sama. Dan penambahan raka'at dilakukan terus menerus hingga sahabat mencapai jumlah raka'at yang pas dan bacaan shalat yang setara sehingga kualitas shalatnya diharap tidak berkurang sedikit pun dari kualitas shalat qiyamul ramadhan yang dilaksanakan pada zaman rasulullah.
Maka, disebutlan shalat ini dengan shalat tarawih, yang artinya istirahat. Shalat yang banyak istirahatnya...
Kalau kata Ustadz Imron, maka sekarang apakah saatnya kita memperdebatkan shalat 11 raka'at atau 23 raka'at? Yang harus kita perhatikan justru kualitas shalat yang kita lakukan ini sudah sama dengan yang dicontohkan belum?
Wallahu a'lam bishawab
Comments